Sahabatku : Kata Qurban berasal dari bahasa Arab yaitu “qaruba-yaqrubu-qurban, qurbanan",
yang artinya dekat. (Kamus Al-Bisri,1999).
Maksudnya ialah mendekatkan
diri kepada Allah Swt. Adapun pengertian secara istilah qurban adalah
penyembelihan hewan dalam rangka ibadah dan mendekatkan diri kepada
Allah Swt yang dilakukan pada waktu tertentu. Ibadah qurban disyariatkan
pada tahun ketiga hijrah, sama halnya dengan zakat dan shalat hari
raya. (Terjemahan Fiqih Islam wa Adillatuhu, 2011).
Ibadah
qurban ini syariatkan dalam Islam dan telah diceritakan dalam beberapa
ayat dalam al-Quran, seperti surat al-Kautsar ayat 2.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
Dalam surat al-Maidah ayat 27 :
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ
ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ
أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Dan
ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah
kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban)
salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan yang lain (Qabil)
tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!”
Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari
orang yang bertakwa.”
Ibadah Qurban yang dulu dilakukan kedua anak Nabi Adam as Qabil dan Habil adalah perintah Allah Swt untuk mengetahui siapa di antara keduanya yang ikhlas dalam beramal. Keduanya diuji oleh Allah untuk berqurban sebagai syarat utama untuk menikahi saudara kembar mereka secara silang. Qabil harus menikahi Labuda adik Habil, sedangkan Habil harus menikahi Iklima adik Qabil. Perintah menikah secara silang ini tidak diterima Qabil dengan alasan ia lebih mencintai Iklima yang lebih cantik dari Labuda adik Habil. Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi Adam as untuk menguji kedua anaknya itu dengan berqurban dari hasil usaha mereka masing-masing. Qabil berqurban dari hasil perkebunannya dengan buah yang kurang baik, sedangkan Habil berqurban dengan hewan ternak yang gemuk. Dari sinilah Allah Swt mengetahui keikhlasan dan kepasrahan antara keduanya, yang akhirnya Allah menerima qurban Habil.
Ibadah Qurban yang dulu dilakukan kedua anak Nabi Adam as Qabil dan Habil adalah perintah Allah Swt untuk mengetahui siapa di antara keduanya yang ikhlas dalam beramal. Keduanya diuji oleh Allah untuk berqurban sebagai syarat utama untuk menikahi saudara kembar mereka secara silang. Qabil harus menikahi Labuda adik Habil, sedangkan Habil harus menikahi Iklima adik Qabil. Perintah menikah secara silang ini tidak diterima Qabil dengan alasan ia lebih mencintai Iklima yang lebih cantik dari Labuda adik Habil. Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi Adam as untuk menguji kedua anaknya itu dengan berqurban dari hasil usaha mereka masing-masing. Qabil berqurban dari hasil perkebunannya dengan buah yang kurang baik, sedangkan Habil berqurban dengan hewan ternak yang gemuk. Dari sinilah Allah Swt mengetahui keikhlasan dan kepasrahan antara keduanya, yang akhirnya Allah menerima qurban Habil.
Habil
seorang yang shalih dan qurbannya diterima oleh Allah karena
ketakwaannya. Ia berkata kepada Qabil ketika diancam mau dibunuhnya,
“Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku,
maka aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk
membunuhmu”. Maksud perkataan Habil di sini ialah bahwa ia tidak akan
membalas perbuatan Habil yang rusak itu dengan perbuatan yang sama,
sehingga ia akan sama-sama berdosa. Karena itu disebutkan dalam hadis
Nabi saw yang berbunyi :
« إِذَا تَوَاجَهَ الْمُسْلِمَانِ
بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ ». قَالَ
فَقُلْتُ أَوْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ
الْمَقْتُولِ قَالَ « إِنَّهُ قَدْ أَرَادَ قَتْلَ صَاحِبِهِ ».رواه بخاري
ومسلم
“Jika
dua orang muslim yang saling berhadapan dengan pedang masing-masing,
maka yang membunuh dan yang terbunuh masuk Neraka”. Ditanya, wahai
Rasulullah, yang membunuh wajar (masuk Neraka)? Beliau menjawab, “Karena
ia juga berkeinginan untuk membunuh sahabatanya”. (Shahih Tafsir Ibnu
Katsir jilid 3, 2013).
Kisah
lain ialah qurban yang dilakukan Nabiullah Ibrahim as dan putranya
Ismail diceritakan dalam Al-Quran surat as-Saffat ayat 102-107 yang
artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran
keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar”.
Ketulusan
dan kepasrahan Nabi Ibrahim dan putranya Ismail untuk melaksanakan
perintah Allah tidak diragukan. Iblis selalu berusaha untuk
menggodanya, namun Ibrahim tetap kuat dan kukuh untuk melaksanakan
perintah Allah walaupun hanya lewat mimpi (ru’yah shadiqah). Dengan
ketabahan, ketulusan, dan tawakkal kepada Allah, ia melaksanakan
perintah tersebut dengan penuh keyakinan, kepasrahan dan keikhlasan.
Imam
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Ketika Ibrahim as
diperintahkan untuk mengurbankan anaknya, syaitan menghadangnya ditempat
sa’I (berlari-lari kecil) dan ingin mendahuluinya, tetapi Ibrahim lebih
dulu sampai. Kemudian Malaikat Jibril membawanya menuju Jumratul
‘Aqabah, di sini syaitan menghadang, lalu ia lempar dengan tujuh buah
kerikil. Kemudian ia melanjutkan perjalanan hingga syaitan menghadang di
Jumratul Wustha, ia lempar syaitan itu dengan tujuh buah kerikil".
(Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 7, 2013).
Sebenarnya penyembelihan qurban atas nama Allah disyariatkan pada umat-umat sebelumnya. Allah Swt berfirman :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا
مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ
الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ
الْمُخْبِتِينَ (34) الحج
“Dan
bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa,
karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”.
Rasulullah Saw melaksanakan qurban pada saat melaksanakan haji Wada’di Mina. Beliau berqurban 100 ekor unta, 70 ekor disembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor disembelih oleh Ali bin Abi Thalib. Ibadah qurban beliau ini difirmankan Allah dalam surat Al-Hajj ayat 36 yang artinya : Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Berqurban pada hakikatnya adalah bentuk pengabdian dan kepasrahan seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Hanya orang-orang yang bertakwa serta ikhlas sajalah yang akan diterima qurbannya oleh Allah Swt. (Syahruddin El-Fikri; Republika, 2010).
Allah berfirman:
Rasulullah Saw melaksanakan qurban pada saat melaksanakan haji Wada’di Mina. Beliau berqurban 100 ekor unta, 70 ekor disembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor disembelih oleh Ali bin Abi Thalib. Ibadah qurban beliau ini difirmankan Allah dalam surat Al-Hajj ayat 36 yang artinya : Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Berqurban pada hakikatnya adalah bentuk pengabdian dan kepasrahan seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Hanya orang-orang yang bertakwa serta ikhlas sajalah yang akan diterima qurbannya oleh Allah Swt. (Syahruddin El-Fikri; Republika, 2010).
Allah berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا
وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ
سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ
الْمُحْسِنِينَ (37) الحج
“Daging-daging unta dan darahnya
itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan
dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap
hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang berbuat baik” . (Al-Hajj:37).
Dalam
ayat di atas Allah Swt menyatakan bahwa tujuan disyari’atkan
penyembelihan hadyu-hadyu dan hewan-hewan qurban ini tidak lain agar
semua hamba mengingat-Nya saat menyembelihnya. Sebab Allah-lah yang
menciptakan dan yang memberi rizki. Dia tidak mendapatkan sedikit pun
dari dagingnya tidak pula dari sembelihan tersebut sebab memang Dia
tidak membutuhkannya. Allah Swt Mahakaya dari apa pun selain-Nya. Akan
tetapi yang sampai kepada Allah Swt hanyalah keihklasan dan ketakwaan
sehingga Dia memberi balasan dan pahala kepada yang hamba-Nya yang
berqurban. Siapa pun dia Allah Swt tidak akan melihat seseorang karena
kekayaannya, berapa jumlah hewan yang diqurbankan dan bagaimana status
sosialnya, akan tetapi Dia melihat hati dan amalnya. Disebutkan dalam
hadis :
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ - رواه مسلم
“Sesunggunya
Allah tidak memandang bentuk badanmu dan tidak pula bentuk rupamu, akan
tetapi Dia memandang hatimu” (Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 6, 2013).
Oleh
karenanya Allah Swt menganjurkan untuk ikhlas pada saat menyembelih
qurban. Tujuannya mencari ridha Allah, bukan untuk membanggakan diri,
riya’, pamer, sum’ah atau yang lainnya. Allahu a’lam.
Hewan yang digunakan untuk sembelihan qurban adalah unta, sapi
dan kambing. Bahkan para ulama berijma’ (bersepakat) tidak sah apabila
seseorang melakukan sembelihan dengan selain binatang ternak tadi.
Ketentuan Qurban Kambing
Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya
diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau
bahkan yang sudah meninggal dunia.
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang
(suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan
keluarganya.
Asy Syaukani mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang
ada), yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga
walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.
Ketentuan Qurban Sapi dan Unta
Seekor sapi boleh dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (atau 7 orang). Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,
كُنَّا
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى
فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً
”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun
berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan untuk
seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.
Begitu pula dari orang yang ikut urunan qurban sapi atau unta,
masing-masing boleh meniatkan untuk dirinya dan keluarganya. Perhatikan
fatwa Al Lajnah Ad Da-imah berikut.
Soal: Bolehkah seorang muslim berqurban unta atau sapi untuk tujuh
orang, lalu masing-masing meniatkan untuk orang tua, anak, kerabat,
pengajar dan kaum muslimin lainnya. Apakah urunan tujuh orang tadi
masing-masing diniatkan untuk satu orang saja (tanpa disertai lainnya)
atau pahalanya boleh untuk yang lainnya?
Jawab: Yang diajarkan, unta dan sapi dibolehkan untuk tujuh orang.
Setiap tujuh orang itu boleh meniatkan untuk dirinya sendiri dan anggota
keluarganya.
Bagaimana Hukum Qurban Secara Iuran / Kolektif
Bolehkah 1 kambing
dijadikan qurban untuk satu sekolahan (yang memiliki
murid ratusan orang) atau satu desa? dan hewan tersebut di beli dari uang Bersama. Ada yang melakukan seperti ini
dengan alasan dana yang begitu terbatas.
Sebagai jawabannya, Penanaman kebiasaan pada anak seperti ini adalah keliru. Alangkah baiknya kita perhatikan fatwa yang diatas bahwa satu kambing hanya boleh untuk satu
orang (dan boleh diniatkan untuk anggota keluarga), satu sapi untuk
tujuh orang (termasuk anggota keluarganya), dan satu unta untuk sepuluh
orang (termasuk anggota keluarganya)
Soal: Ada seorang ayah yang meninggal dunia. Kemudian anaknya
tersebut ingin berqurban untuk ayahnya. Namun ada yang menyarankan
padanya, ”Engkau tidak boleh menyembelih unta untuk qurban satu orang.
Sebaiknya yang disembelih adalah satu ekor kambing. Karena unta lebih
utama dari kambing. Jadi yang mengatakan ”Sembelihlah unta”, itu
keliru”. Karena apabila ingin berkurban dengan unta, maka harus dengan
patungan bareng-bareng.
Jawab:
Boleh berkurban atas nama orang yang meninggal dunia, baik dengan
satu kambing atau satu unta. Adapun orang yang mengatakan bahwa unta
hanya boleh disembelih dengan patungan bareng-bareng, maka perkataan dia
yang sebenarnya keliru. Akan
tetapi, kambing tidak sah kecuali untuk satu orang dan shohibul qurban
(orang yang berqurban) boleh meniatkan pahala qurban kambing tadi untuk
anggota keluarganya. Adapun unta boleh untuk satu atau tujuh
orang dengan bareng-bareng berqurban. Tujuh orang tadi nantinya boleh
patungan dalam qurban satu unta. Sedangkan sapi, kasusnya sama dengan
unta.
Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
- Seorang pelaku qurban dengan seekor kambing boleh mengatasnamakan qurbannya atas dirinya dan keluarganya.
- Qurban dengan sapi atau unta boleh dipikul oleh tujuh orang.
- Yang dimaksud kambing untuk satu orang, sapi dan unta untuk tujuh orang adalah dalam masalah orang yang menanggung pembiayaannya.
- Tidak sah berqurban dengan seekor kambing secara kolektif/urunan lebih dari satu orang lalu diniatkan atas nama jama’ah, sekolah, RT atau desa. Kambing yang disembelih dengan cara seperti ini merupakan daging kambing biasa dan bukan daging qurban.
Solusi dalam Iuran Qurban
Solusi yang bisa kami tawarkan untuk masalah iuran hewan qurban
secara patungan adalah dengan acara arisan qurban. Jadi setiap tahun
beberapa orang bisa bergantian untuk berqurban. Di antara alasan
dibolehkan hal ini karena sebagian ulama membolehkan berutang ketika
melakukan qurban.
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tentang orang yang tidak mampu
aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari
utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini
akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Qurban sama halnya dengan aqiqah.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan
dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya,
”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk
disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
”Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36).
Catatan:
- Yang mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang namanya arisan berarti berutang.
- Harga kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing untuk tahun tersebut.
- Ketika menyembelih tetap mengatasnamakan individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan.
Bagaimana dengan Hadits ”Ini adalah qurbanku dan qurban siapa saja dari umatku yang belum berqurban”?
Sebagian orang ada yang beralasan benarnya qurban secara kolektif
melebihi ketentuan syari’at yang dikemukakan di atas dengan alasan
hadits Jabir bin ’Abdillah berikut,
شَهِدْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى
فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ
فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ «
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ
مِنْ أُمَّتِى ».
”Aku bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menghadiri shalat Idul Adha di tanah lapang. Setelah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
berkhutbah, beliau turun dari mimbar kemudian beliau diserahkan satu
ekor domba. Lalu beliau memotong dengan tangannya, lantas bersabda, ”Bismillah, wallahu akbar. Ini adalah qurbanku dan qurban siapa saja dari umatku yang tidak ikut berqurban”.
Mereka beralasan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
saja niatkan untuk seluruh umatnya yang tidak berqurban, maka berarti
kami boleh niatkan qurban untuk satu RT, satu sekolahan atau satu desa.
Sanggahan: Mengenai hadits ”qurban siapa saja yang tidak ikut berqurban”, ini adalah khusus untuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
dan tidak untuk yang lainnya. Jadi, beliau diperbolehkan berkurban
untuk seluruh umatnya (selain keluarganya). Sedangkan umatnya hanya
diperbolehkan menyembelih qurban untuk dirinya dan keluarganya
sebagaimana dijelaskan di muka.
Al Qodhi Abu Ishaq mengatakan, ”Perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
ini –wallahu a’lam- sebagaimana seseorang boleh berqurban untuk
dirinya dan keluarganya, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam boleh
berqurban atas nama seluruh kaum muslimin karena beliau adalah ayah
mereka dan istri-istri beliau adalah ibu mereka. Oleh karena, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
adalah ayah kaum muslimin, maka beliau diperbolehkan meniatkan qurban
untuk dirinya dan keluarganya (yaitu seluruh kaum muslimin).
Kesimpulan:
- Penyembelihan qurban untuk diri dan keluarga dibolehkan sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Hal ini berdasarkan amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
- Penyembelihan qurban untuk diri sendiri dan untuk seluruh umat Islam selain keluarga hanyalah khusus bagi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Dalilnya, para sahabat tidak ada yang melakukan hal tersebut sepeninggal Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Yang ada mereka hanya menyembelih qurban untuk diri sendiri dan keluarga.
- Sebagian kaum muslimin yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau untuk satu RT atau untuk satu desa adalah KELIRU, seperti ini tidak dilakukan oleh para salaf terdahulu.
– Tambahan pembahasan –
Ketentuan Umur Hewan Qurban
Ketentuan umur untuk hewan qurban tersebut adalah sebagai berikut.
- Unta, umur minimal 5 tahun
- Sapi, umur minimal 2 tahun
- Kambing, umur minimal 1 tahun
- Domba Jadza’ah, umur minimal 6 bulan[13]
Hewan Qurban yang Lebih Utama
Yang paling dianjurkan sebagai hewan qurban sebagai berikut:
- Yang paling gemuk dan sempurna. Bahkan jika berqurban dengan satu qurban yang gemuk itu lebih baik daripada dua hewan qurban yang kurus. Karena yang diinginkan adalah daging. Semakin banyak daging yang dimiliki hewan tersebut maka itu semakin baik.
- Hewan qurban yang lebih utama adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing. Namun satu ekor kambing lebih baik daripada kolektif dalam sapi atau unta.
- Warna yang paling utama adalah putih polos, kemudian warna debu (abu-abu), kemudian warna hitam.
- Berkurban dengan hewan jantan lebih utama dari hewan betina.[14]
Cacat Hewan Qurban[15]
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
- Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada 4:
- Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya
Jika butanya belum jelas – orang yang
melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing
tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian
pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan
yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang
buta sebelah matanya.
- Sakit dan tampak jelas sakitnya
- Pincang dan tampak jelas pincangnya
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan
normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan
dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
- Sangat tua sampai-sampai tidak punya sumsum tulang
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih
parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan
berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, 2I/373 & Syarhul Mumti’
3/294).
2. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2:
- Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
- Tanduknya pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/373)
3. Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari
itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak
bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam. (lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/373)
Semoga pelajaran yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin
sekalian. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan
menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga
dan para sahabatnya.
--00--
Sumber Bacaan
1. Shahih Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir Al-Qur’an As-Sa’di
3. Fiqh Islam wa Adillatuhu
4. Koran Republika, 2010
1. Shahih Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir Al-Qur’an As-Sa’di
3. Fiqh Islam wa Adillatuhu
4. Koran Republika, 2010
No comments:
Post a Comment